CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 10 Desember 2010

Cerpen : GADIS PEMIMPI

Namaku Zahratussholihah. Tapi teman-teman biasa memanggilku Zahra. Orangtuaku yang memberikan nama itu. Buatku nama itu sangat berarti. Zahra berarti bunga dan Sholihah berarti anak yang sholihah. Aku berharap menjadi wanita yang cantik seperti bunga dan berakhlaq sholihah. 

Aku hidup di keluarga yang tidak mampu. Aku tinggal di lingkungan yang kumuh. Seperti inilah aku. Aku tetap bersyukur dengan semua ini. Tapi aku bahagia walaupun dengan keadaan seperti ini. Aku masih memiliki orangtua yang amat menyayangiku. Aku tahu itu walaupun bapak dan ibu tak mengatakannya secara langsung.

Sekarang aku duduk di kelas 3 SMA. Aku bersyukur masih bisa bersekolah. Bapak dan ibu masih sanggup membiayaiku sekolah. Tapi terkadang aku merasa kasihan melihat orangtuaku harus membiayai aku dan adikku Nadia.

Malam ini aku harus mengerjakan tugas yang guruku berikan. Di rumahku memang tak ada ruang belajar. Di rumah hanya ada dua kamar. Kamar aku dan adikku serta kamar Bapak dan Ibuku. Tapi aku masih merasa nyaman. Tugasku lumayan banyak. Aku harus mengerjakannya malam ini.
 “Zahra, makan dulu nak.” Ibu menyuruh.
“Iya bu.” Segera kuhampiri ibu.

Sejenak ku berhenti dari mengerjakan tugas-tugas itu. Aku santap makan malam dengan menu lezat itu. Tahu dan tempe yang setiap hari aku makan. Aku tak pernah mengeluh. Tahu dan tempe jadi makanan favoritku. Setelah makan aku melanjutkan tugas-tugas itu hingga larut malam.
“Hoam.. sudah jam 5 pagi.” Kataku masih mengantuk.
“Sudah pagi kak?” Tanya Nadia.
“iya sudah pagi cepat bangun dan ambil wudhu.”suruhku

Aku dan Nadia selalu bangun pagi dan tak pernah lupa mengerjakan sholat shubuh. Bapak dan Ibu selalu mengajari kami beribadah dan tak boleh meninggalkannya. Aku jadi makin bersyukur dan sangat bahagia memiliki orangtua yang amat baik.
“Zahra.. Nadia..  sarapan dulu.” Kata Ibu.
“Iya bu.” Jawab aku dan Nadia kompak.

Ibu selalu menyiapkan sarapan sebelum kami berangkat ke sekolah. Setelah kami berangkat sekolah rumah kami sepi tak ada orang. Bapak dan Ibu harus bekerja. Ibuku bekerja sebagai pemulung gelas-gelas bekas di jalan dan Bapak seorang tukang sampah. Begitulah keluarga kami. Tapi aku tak pernah malu.

Aku juga bangga memiliki adik seperti Nadia. Di saat teman-temannya memiliki mainan baru ia tak pernah iri. Aku tahu walaupun sebenarnya ia juga menginginkan barang itu. Nadia tak pernah mengeluh. Adikku yang satu ini memang pintar.

Sampai di sekolah aku langsung masuk kelas. Aku duduk dengan sahabatku yang amat baik. Namanya Fitri. Ia selalu mendengarkan ceritaku saat aku diejek teman-teman karena pekerjaan orangtuaku. Ia amat baik. Aku juga menyayanginya.

“Mungkin gak ya aku bisa masuk perguruan tinggi negeri Fit?” kataku
“Semuanya di dunia ini mungkin Zah.. asal kamu mau berusaha.” Fitri memberikan saran.
“Tapi aku tidak mungkin membebani Ibu. Biaya masuk perguruan tinggi negeri itu mahal.” Kataku tak yakin.
“Ingat Zahra, masih ada Allah. Kamu minta sama Allah dan insya Allah akan dikabulkan.” Fitri meyakinkanku.
“iya Fit aku akan berusaha semaksimal mungkin.”kataku penuh semangat.
“Aku saranin kamu cari beasiswa Zah.. biar gak membebani orangtuamu.” Fitri lagi-lagi memberi saran.
“Iya Fit bagaimana jalannya nanti yang penting aku berusaha dulu.” Kataku

Aku memang memiliki impian untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Apalagi sekarang aku sudah duduk di kelas 3 SMA yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Aku memang tak pernah lupa untuk belajar demi impianku yang satu ini. Aku harus giat belajar demi masuk PTN.

Pulang sekolah aku tak bisa langsung pulang ke rumah. Ada yang harus aku lakukan terlebih dahulu. Ini kegiatanku sehari-hari. Aku harus bekerja mencari uang. Aku tak tega melihat ibu bekerja. Ibu sudah tua dan harus istirahat. Aku bekerja sebagai pemulung gelas-gelas bekas di pinggir jalan. Aku memulung tepat setelah pulang sekolah.

“Zahra.. Ih lo kok mau sih mungutin gelas-gelas yang menjijikan itu?” salah satu teman mengejekku.
“Aku gak malu kok ngerjain ini semua.” Jawabku.
Teman-teman memang sering mengejekku. Tapi aku tak pernah malu. Memang seperti yang harus aku jalani. Aku terima dengan lapang dada. Walaupun sampai jilbabku basah karena keringat karena sudah letih tapi aku tetap mencari gelas-gelas itu.

Di saat teman-temanku mengikuti bimbingan belajar setelah pulang sekolah aku harus mencari gelas-gelas itu. Bimbingan belajar memerlukan uang. Aku tak akan mau membebani Bapak dan Ibu. Bapak dan Ibu saja sudah letih bekerja menghidupi aku dan Nadia. Buat makan cukup saja aku masih bersyukur.

Jam lima sore aku sampai di rumah. Aku langsung mandi. Aku menantikan adzan maghrib sambil membersihkan rumah. Setelah sholat maghrib aku belajar hingga larut malam. Memang tak ada waktu lagi untuk aku belajar. Hanya sehabis maghrib saja. Tapi aku harus giat belajar demi masa depanku.

Tak terasa 6 bulan lagi aku akan menghadapi Ujian Akhir Nasional. Aku bertekad mendapatkan nilai yang bagus agar dapat masuk Perguruan Tinggi Negeri. Impianku yang satu ini harus terwujud demi membahagiakan Bapak dan Ibu. Aku harus jadi orang yang sukses. Agar Nadia juga bisa sekolah di tempat yang bagus. Agar masa depannya cerah. Aku harus membahagiakan Ibu, Bapak, dan juga Nadia.

Walaupun terkadang aku merasa letih sekali menjalani ini semua. Fitri selalu menjadi teman yang membangkitkan semangatku. Ia memang sahabat terbaikku. Fitri berasal dari keluarga yang mampu tapi ia tak pernah sombong. Aku bahagia memilikinya. Hanya Fitri satu-satunya orang yang mau bertemanku dengan tulus.

Hari ini hari Minggu. Sekolahku libur. Kalau hari libur seperti ini aku bekerja bersama Ibu. Aku membantunya mengambil gelas-gelas bekas sejak pagi. Kemudian saat adzan dzuhur berkumandang kami kembali ke rumah untuk sholat dan istirahat. Kemudian kami kembali bekerja lagi dan pulang ke rumah pukul lima sore.

Aku tak seperti anak-anak yang lain. Mereka bisa merasakan kebahagiaan yang lebih. Tapi aku tak pernah iri. Aku juga bahagia bisa membantu Bapak dan Ibu. Walaupun pekerjaan yang kulakoni memang berat tapi tetap bahagia. Bagiku buat apa aku iri toh aku memiliki keluarga yang lengkap.

Tak terasa 3 bulan lagi aku menghadapi UAN. Aku harus belajar lebih giat. Aku memang tak mengikuti bimbingan belajar. Tapi terkadang aku mengopi soal-soal bimbingan belajar dari Fitri. Fitri memang mengikuti bimbingan belajar. Soal-soal itu lalu kukerjakan. Aku berusaha semaksimal mungkin demi impianku mendapat beasiswa ke perguruan tinggi negeri.

Hanya dengan prestasi aku bisa membahagiakan Ibu dan Bapak. Aku ingin membanggakannya.Mereka tak pernah menuntut lebih dari aku. Bekerja memulung juga bukan mereka yang menyuruh. Aku merasa selama ini telah menyusahkan mereka. Walaupun aku harus belajar hingga larut malam tetapi aku ikhlas menjalankannya. Demi impianku terwujud.

Hari ini aku kembali ke sekolah. Rutinitas yang harus kujalani. Di saat istirahat aku tak bermain seperti anak-anak lain. Aku diam di kelas sambil belajar. Aku memang harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Walaupun teman-teman terkadang mengejekku sok pintar. Aku tak peduli apa kata mereka.

Tinggal menghitung hari lagi aku akan menghadapi UAN. Aku lebih giat belajar. Aku harus mendapat nilai yang tinggi. Masuk PTN itu tak mudah. Apalagi buatku yang tak memiliki biaya. Aku harus mencari beasiswa. Itu satu-satunya jalan. Beasiswa lebih tak mudah. Nilaiku harus lebih dari rata-rata. Dan aku pasti mendapatkannya. Aku selalu berdoa dan berusaha.

Hari yang dinantikan pun datang. Hari ini hari pertama UAN berlangsung. Sebelum berangkat sekolah aku berpamitan dan meminta restu dari Ayah dan Ibu. Aku harus optimis. Aku pasti bisa mengerjakan semua soal-soal UAN. Aku harus yakin. Harapanku pasti terwujud.

Tiga hari sudah kulewati dan UAN sudah selesai. Hasilnya akan diumumkan 3 bulan lagi. Dadaku berdetak kencang. Aku menanti hasilnya. Aku berdoa semoga hasilnya sama dengan yang kuharapkan. Semoga demikian. Aku juga mendoakan Fitri agar mendapatkan hasil yang dia harapkan.

Hari ini hari yang aku tunggu. Hasil UAN akan diumumkan. Aku pergi ke sekolah dengan penuh harapan. Semoga hasilnya memuaskan. Sesampai di sekolah jantungku semakin berdetak kencang. Aku masuk ke kelas. Beberapa menit kemudian bel berbunyi dan hasilpun akan diumumkan. Kami diberi amplop berisi pernyataan lulus atau tidak dan nilai yang kami dapatkan. Aku buka amplop pelan-pelan dan aku baca tulisan yang tertera di kertas dan hasilnya aku LULUS dan mendapat nilai yang memuaskan.

Aku bersyukur pada Allah. Tak terasa mata ini basah karena tangis bahagiaku. Aku merasa amat bahagia. Allah mendengar doa yang aku panjatkan. Seorang guru tiba-tiba memberi pengumuman bahwa ada anak yang mendapat beasiswa masuk PTN karena nilai yang dia dapatkan. kelas menjadi sunyi. Teman-temanku mendengarkan baik-baik.
“Selamat kepada teman kita Zahratussolihah yang mendapatkan beasiswa masuk PTN.” Guruku mengagetkan.

Deg ! jantungku rasanya mau copot mendengar kata-kata itu. Benarkah itu aku ? kemudian aku mengkonfirmasi ke guruku dan ternyata benar itu aku. Katanya aku bebas memilih PTN dan mendapat beasiswa. Bahagia yang ku dapatkan hari ini berlipat ganda. Mimpiku benar-benar terwujud. Aku harus pulang ke rumah dan memberitahu Ayah, Ibu, dan Nadia.
Aku memang Zahra sang pemimpi.

0 komentar:

Posting Komentar